Mako Brimob Adalah

Prison riot in Depok, Indonesia

A three-day prison takeover and stand-off took place in 2018 between the Indonesian National Police and inmates convicted of terrorist activities who were imprisoned at the Police's Mobile Brigade Corps's headquarters (Mako Brimob) in Depok, West Java, Indonesia. The inmates took control over one prison block and 6 police officers were taken hostages. As a result of the standoff, five police officers died, with one inmate dead after being shot by the police. Four policemen were also injured in the incident.[3] The Islamic State claimed its fighters were in the standoff.[4] Another policeman was stabbed to death at the headquarters of the elite Mobile Brigade police after the siege by a terrorist who was later shot and killed.[5]

After midnight, pictures began circulating on social media, depicting several detainees holding firearms, a black IS flag, nursing wounds and holding hostages. Mako Brimob and surrounding areas were secured and civilians were prohibited from coming closer to the area. Brimob officers began to secure the surrounding streets, extending extra security to a nearby church and hospital.[6]

The police have announced that five members of Police's Densus 88 counter-terrorism unit have been killed while another officer was held hostage, in a standoff between police and terror convicts since rioting broke out on Tuesday evening at the Mobile Brigade headquarters (Mako Brimob) detention center in Kelapa Dua, Depok, West Java.

One terror detainee was also killed during the incident after making repeated threats and attempting to steal a police weapon.

The Mako Brimob has been in lockdown since rioting broke out at its detention center on Tuesday evening, with local roads cordoned off and affecting traffic on Wednesday.

According to National Police spokesman Brig. Gen. M. Iqbal, the officers' bodies have been transferred to the National Police Hospital in Kramat Jati, East Jakarta.

The bodies have been identified as:

Meanwhile, the police officer who was held hostage was identified as Chief Brigadier Iwan Sarjana.[8]

Netizens were worried about Jakarta's former governor Basuki Tjahaja Purnama who was serving sentence in Mako Brimob for a politically motivated conviction of blasphemy against Islam. Although the police reported him to be safe, they suspected that the attackers planned to attack him as well.[9]

- Tragedi kerusuhan dan penyanderaan polisi oleh napi teroris di rutan di Mako Brimob Depok akhirnya usai. Kurang lebih 36 jam, Polri akhirnya bisa membuat 156 napi yang melakukan perlawanan menyerah. Satu napi ditembak mati karena melawan.

Kerusuhan ini terjadi di Rutan Negara Cabang Salemba, Selasa (8/5) sore. Lokasi rutan berada di dalam Kompleks Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Para napi teroris membuat kerusuhan.

Situasi di rutan begitu mencekam. Menurut keterangan Wakapolri Komjen Syafruddin, para napi melakukan penyanderaan terhadap 9 orang polisi. Beberapa di antaranya merupakan anggota Densus 88 Antiteror.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keadaan makin tak terkendali ketika para napi teroris tersebut melakukan penjebolan di dalam rutan. Mereka menggunakan berbagai barang yang mereka temukan untuk menjebol sekat.

Napi teroris live instagram di kerusuhan mako brimob Foto: Istimewa

Selain merampas senjata para sandera, para napi teroris juga membobol ruang penyimpanan barang bukti. Lebih ngerinya lagi, mereka juga mendapatkan sejumlah bom atau peledak di situ.

Komandan Korps Brimob Irjen Rudy Sufahriadi mengatakan, bom-bom yang dikuasai para napi itu adalah barang bukti sitaan Densus 88 yang belum sempat ditempatkan di gudang barang sitaan.

Situasi di Mako Brimob mencekam. Kasus ini langsung mencuat kala para napi teroris ini melakukan aksi live lewat Instagram. Komjen Syafruddin menyebut mereka bisa masuk ke media sosial lewat handphone rampasan dari sandera.

Beginilah Suasana Mencekam di Depan Mako Brimob Foto: Grandyos Zafna/detikFoto

Kapolri yang mengetahui kasus ini langsung menyusun strategi. Dia memerintahkan Wakapolri Komjen Syafruddin memimpin penanganan dibantu jajaran Humas Mabes Polri. Dia juga mengkomunikasikan strategi penanganan dengan Kepala Densus 88 Antiteror, Dankor dan Wadankor Brimob.

Setelah melakukan pemetaan, didapatlah informasi penting bahwa para napi teroris ini sebenarnya terpecah dalam dua kubu. Ada yang mendukung pemberontakan, ada pula yang menolak.

Diketahui pula dari 9 orang sandera yang tersisa tinggal 1 orang yakni anggota Densus 88 Antiteror Bripka Iwan Sarjana. Para sandera sebelumnya sempat melakukan perlawanan sehingga 5 orang tewas dan sisanya bisa dibebaskan. Sementara ada 1 orang teroris yang mati ditembak petugas dan ada 1 orang lagi yang terluka terkena tembakan.

Tito pun melaporkan kejadian itu kepada Presiden Jokowi serta seperti apa situasi terkininya. Menurut dia saat itu Jokowi perintahnya jelas, yakni negara tidak boleh kalah dengan terorisme. Ambil tindakan tegas jika diperlukan.

Mendapat perintah itu, tidak tanggung-tanggung sekitar 800 orang hingga 1.000 orang polisi mengepung rutan di Mako Brimob. Polri melakukan pendekatan lunak atau soft approach kepada napi yang melakukan penyanderaan. Targetnya agar sandera bisa dibebaskan dan korban dari napi juga minimal.

Upaya persuasif itu pun dilakukan mengingat di dalam lapas ada napi umum termasuk eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ditahan di sana karena kasus penodaan agama. Selain itu ada napi wanita yang memiliki bayi. Dikhawatirkan jika salah langkah, situasi bisa buruk.

Upaya itu pun berbuah manis. Kamis (10/5) pukul 00.40 WIB, sandera Bripka Iwan Sarjana berhasil dibebaskan setelah ditukar dengan makanan yang diminta para napi teroris yang melakukan penyanderaan.

"Dalam teori penanganan penyanderaan indikator keberhasilan operasi penyanderaan itu adalah kalau sanderanya hidup. Kalau sanderanya mati berarti gagal. Sanderanya alhamdulillah bisa hidup," kata Tito kepada wartawan di Mako Brimob.

Karena sandera terakhir sudah bebas, Polri pun segera mengultimatum para napi teroris agar segera menyerah sebelum fajar. Jika menolak, Polri sudah siap menempuh opsi terakhir yakni penggunaan senjata.

Detik-detik napi teroris menyerah di Mako Brimob Foto: Dok. Polri

Sebelum fajar, sebanyak 145 orang napi teroris pun "mengangkat bendera putih". Mereka keluar satu per satu dari ruang pertahanan. Sedangkan 10 orang napi lainnya menolak. Menko Polhukam Wiranto menyebutnya dengan istilah 'ngeyel'.

Tim Polri pun menggunakan strategi lain dengan melakukan peledakan tembok-tembok lapas. Strategi ini biasa digunakan dalam operasi pembebasan sandera. Suara dentuman ledakan bersahutan pagi itu di Kompleks Mako Brimob. Hasilnya 10 orang napi teroris ini pun bisa ditangkap.

Polri langsung melakukan sterilisasi. Bom-bom yang sempat dikuasai para napi teroris ini juga ikut diledakkan. Sterilisasi juga dilakukan mewanti-wanti ada ranjau yang dipasang para napi. Jangan sampai ada korban lanjutan. Penanganan kasus ini pun dinyatakan Polri berakhir pukul 07.15 WIB.

Sebanyak 145 orang napi yang menyerahkan diri langsung dibawa ke Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, melalui jalan darat. Penahanan mereka akan dilakukan di sana. Sedangkan 10 orang napi yang sebelumnya menolak menyerah diperiksa sebelum nantinya juga dikirim ke sana.

Kapolri menyatakan berdukacita kepada keluarga 5 orang polisi yang gugur. Para korban yang gugur telah diberikan kenaikan pangkat luar biasa. Mereka adalah Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto, Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi, Brigadir Luar Biasa Anumerta Fandy Setyo Nugroho, Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli, serta Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mako Brimob Depok, Kamis (10/5/2018) Foto: Bil Wahid/detikcom

Tito mengatakan, Polri akan melakukan evaluasi terkait kasus ini. Jelas dia, Rutan Negara Cabang Salemba di Kompleks Mako Brimob sebenarnya memang tidak layak huni bagi napi teroris. Selain sudah kelebihan kapasitas, rutan ini klasifikasinya bukan maximum security atau keamanan maksimum yang seharusnya dipergunakan untuk napi teroris.

Rutan di Mako Brimob ini awalnya didesain sebagai penjara untuk anggota Polri yang melakukan tindak pidana. Mereka dipisah penahanannya karena dikhawatirkan jika dimasukkan ke rutan umum akan terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh napi yang dulu mereka tindak.

"Di dalam memang tidak layak bukan didesain untuk maximum security yang layaknya untuk teroris, yang kedua persoalannya over crowded. Ini sebenarnya cukup untuk kira-kira idealnya 64 orang, maksimal 90-an lah. Ini saya lihat, saya juga baru tahu sampai 155 orang di dalam itu, jadi sangat sumpek sekali," ucap Tito.

[Gambas:Video 20detik]

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Lima orang anggota polisi yang tewas dalam insiden kerusuhan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok pada Selasa (8/5/2018) malam ternyata berasal dari Datasemen Khusus (Densus) 88.

Demikian disampaikan oleh Kepala Bagian Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol M Iqbal Rabu (9/5/2018) sore pukul 16.30 WIB.

"Lima petugas kami, rekan kami yang gugur adalah petugas terbaik kami. Mereka menjalankan tugas negara dalam rangka tugas kepolisian khususnya anggota Datasemen Khusus 88," terangnya.

Ia menilai insiden tersebut merupakan bentuk pembangkangan yang ditunjukkan oleh narapidana terorisme karena petugas menegakkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk memastikan sterilisasi barang-barang yang masuk dan tidak memuat sesuatu yang dilarang.

"(Pembangkangan) terbukti, petugas kami disandera, senjata diambil bahkan meninggal dunia. Oleh sebab itu kalau ada pengancaman nyawa petugas atau orang lain kami akan lakukan upaya yang sangat tegas," pungkasnya.

Baca: Dirjen Pas Sebut Pihaknya Siap Tampung Narapidana Dari Mako Brimob

Kepala Bagian Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol M Iqbal mengakui bahwa insiden kerusuhan yang terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok pada Selasa malam (8/5/2018) menelan 6 orang korban jiwa.

Lima dari enam korban yang tewas merupakan anggota polisi dan satu korban tewas lainnya berasal dari kalangan narapidana terorisme.

Namun Brigjen Pol M Iqbal tidak menyebutkan secara detail nama-nama korban yang tewas dalam kerusuhan.

Berdasarkan informasi berantai yang diterima Warta Kota, korban tewas dari anggota polisi yakni Bripda Wahyu Catur Pamungkas, Bripda Syukron Fadhli IDENSOS, Ipda Rospuji, Bripka Denny dan Briptu Fandi.

Sedangkan satu korban tewas dari narapidana terorisme bernama Benny Syamsu Tresno. Satu orang anggota polisi yang sedang disandera di dalam Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok diduga bernama Bripka Iwan Sarjana.

Pantauan di lokasi pada pukul 16.00 WIB Pangdam Jaya Jayakarta Joni Supriyanto tampak memasuki kawasan Mako Brimob.

Turun dari mobil, ia langsung masuk dengan dibonceng menggunakan sepeda motor.

Sementara itu, di depan Mako Brimob pengamanan masih sangat ketat dan ramai oleh awak media. (M15)

JAKARTA - Penyidik masih belum menetapkan satupun tersangka atas tragedi kericuhan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pada Selasa 8 Mei 2018. Setidaknya insiden bentrok tersebut menyebabkan lima anggota Densus 88 gugur dan satu narapidana teroris (napiter) tewas.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Muhammad Iqbal menyampaikan, pihaknya masih sedang mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi untuk membidik orang yang harus bertanggung jawab dalam kasus tersebut.

"Belum (ada tersangka). Masih berproses, ada beberapa yang kita lakukan, pengumpulan bukti-bukti, gunanya untuk kita firm agar kita bisa menjerat siapa yang melakukan penganiayaan. Tim sudah bergerak lama, proses pengumpulan alat bukti," kata Iqbal di Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/7/2018).

(Baca Juga: 5 Polisi yang Tewas dalam Kerusuhan di Mako Brimob Naik Pangkat Anumerta)

Jenderal bintang satu itu menegaskan, polisi akan terus mengusut kasus kericuhan di Rutan Mako Brimob tersebut hingga tuntas. Menurutnya, siapa pun yang melakukan tindak pidana apalagi menganiaya petugas, pasti akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

"Kita sudah kumpulkan bukti jejak digital, yang pasti, kami menjamin kasus di Mako Brimob tetap berproses," pungkas Iqbal.

Sekedar informasi, kericuhan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat itu terjadi pada Selasa 8 Mei lalu. Dalam insiden tersebut, setidaknya ada lima polisi yang gugur dan satu narapidana teroris tewas, atas nama Benny Syamsu Tresno.

Adapun lima polisi yang tewas karena dianiaya itu yakni Bripda Wahyu Catur Pamungka, Bripda Syukron Fadhil Idensos, Ipda Rospuji, Bripka Denny, Briptu Fandi.

Selain korban jiwa, dalam insiden tersebut juga ada anggota polisi yang sempat disandera oleh napiter. Butuh 36 jam untuk membebaskan sandera dari para napiter, anggota polisi yang disandera yakni Bripka Irwan Sarjana yang kini sudah dalam perawatan.

tirto.id - “Jadi ini berawal dari semua permasalahan yang sudah dikumpul-kumpul, diakumulasi oleh ikhwan-ikhwan, dari mulai masalah pembatasan tentang hak-hak: makanan, kemudian masalah besukan, dan sebagainya,” ujar Abu Qutaibah alias Iskandar alias Alexander dalam kronologi penyebab kejadian ricuh di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Selasa malam (8/5).

Abu Qutaibah adalah sosok yang dituakan di antara penghuni tiga blok khusus tindak pidana terorisme di Rutan Mako Brimob. Ia adalah narapidana tindak pidana terorisme (napiter) Bom Kampung Melayu yang ditangkap pada Juni 2017 oleh Densus 88 Mabes Polri.

Rekaman Abu Qutaibah tersebut kami dapatkan secara eksklusif. Rekaman ini menjadi tambahan informasi ihwal penyebab ricuh yang membuat lima personel polisi tewas dan terjadi drama penyanderaan seperti klaim pihak kepolisian.

Versi polisi, ricuh yang bermula sejak Selasa sore (8/5) itu disebabkan persoalan titipan makanan yang tertahan milik salah seorang penghuni tahanan.

Menurut Abu Qutaibah dalam rekaman berdurasi 11 menit 35 detik ini, insiden pemberontakan napi dan terdakwa kasus terorisme itu akumulasi kekesalan para napiter karena barang titipan yang diberikan kolega mereka tak bisa masuk ke ruang tahanan. Selain itu, ada perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika besuk.

“Akhwat kami ditelanjangi,” ujar Abu Qutaibah.

“Itu terkadang sudah pakai celana dalam, disuruh loncat jongkok. Ini dengan tujuan kalau ada barang terlarang bisa jatuh karena disuruh loncat-loncat. Ini satu hal yang tidak manusiawi menurut kami,” tambah Qutaibah.

Akumulasi kekesalan itu kemudian meledak saat permintaan penjelasan para napiter kepada petugas tak direspons dengan baik. Para napiter mendatangi kantor sipir untuk meminta penjelasan kenapa barang, termasuk makanan yang diberikan oleh keluarga mereka, tidak diantar ke tahanan.

Saat para napiter meminta penjelasan, kata Abu Qutaibah, seorang anggota Densus 88 meletuskan tembakan yang melukai rekan mereka. Tembakan itu tepat mengenai dada kiri seorang tahanan. Belakangan, diketahui tahanan yang tertembak itu adalah Wawan Kurniawan alias Abu Afif.

Petugas kemudian melepas tembakan kembali dan menumbangkan Benny Syamsu, terdakwa tindak pidana terorisme asal Pekanbaru, yang persidangannya satu majelis dengan Wawan di PN Jakarta Barat. Saat mengetahui rekan mereka tumbang, kemarahan memuncak dan situasi tak bisa dikendalikan.

“Ketika mereka sampai dengan kemarahan mereka di kantor sipir ada petugas Densus yang mengeluarkan tembakan, kemudian ikhwan kami terluka. Satu orang,” kata Qutaibah.

“Wallahu a'lam ini semua di luar dugaan kami. Jadi kalau pihak Densus menyalahkan kami, tidak bisa. Karena insiden ini tidak ada rencana sebelumnya.”

Sebelum kami mendapatkan rekaman ini, kami sempat menghubungi Asludin Hatjani, kuasa hukum Aman Abdurahman sekaligus pengacara Wawan dan Benny.

Asludin membenarkan klaim polisi yang menyebut pemantik kerusuhan di Rutan Mako Brimob bermula dari makanan.

“Dia (Wawan) ingin makanan yang dibawa istrinya, tapi tidak bisa masuk,” ujar Asludin via telepon, Kamis malam (10/5).

Sebelum kerusuhan di Mako Brimob itu, Wawan baru saja menjalani persidangan kedua atas kasus kepemilikan senjata api dan rencana jihad ke Marawi. Wawan mengeluhkan perlakuan petugas kepada Asludin.

Pengakuan ini sinkron dengan keterangan polisi. Sebagaimana klaim polisi dalam jumpa pers di Mako Brimob, Rabu pagi (9/5/), pemantik kerusuhan bermula dari makanan yang tak diberikan petugas kepada para tahanan terpidana teroris. Wawan dianggap provokator kerusuhan di Rutan Mako Brimob.

“Pemicunya hal sepele, masalah makanan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Mohamad Iqbal.

Namun, keterangan polisi tak sepenuhnya menjawab penyebab lain soal kericuhan berdarah itu. Banyak yang tak dikatakan polisi mengenai insiden selama 38 jam tersebut.

Sebelum kami mendapatkan rekaman eksklusif Abu Qutaibah—orang yang dituakan dalam sel di tiga blok Rutan Salemba cabang Mako Brimob, pernyataan serupa juga kami dapatkan dari Muhammad Jibriel Abdul Rahman, mantan terpidana kasus tindak pidana terorisme Pemboman Hotel JW Marriot tahun 2009. Menurut Jibriel, kericuhan berdarah itu merupakan akumulasi dari perlakuan yang selama ini diterima para tahanan.

“Di saat orang divonis masuk ke dalam penjara, dia tidak akan pernah senyaman apa yang dia lakukan. Jadi, ketika kamu merasa dizalimi, itu wajar. Kalau enggak mau, ya bebas aja,” ujar Jibriel di sela-sela rapat persiapan aksi demonstrasi 11 Mei 2018 atau ‘Aksi 115’ di Monumen Nasional hari ini.

“Rentetan-rentetan terjadinya hal tersebut (kerusuhan di Rutan Mako Brimob) ini panjang,” katanya.

Ia menyebut kerusuhan Selasa malam (8/5) itu bermula dari perlakuan petugas di dalam rutan. Salah satunya prosedur pemeriksaan di dalam rutan yang membuat tahanan di blok khusus itu meradang.

Pernyataan serupa dikatakan oleh Firdaus Ghazali, pengacara deportan ISIS yang tertangkap di perbatasan Suriah. Di Rutan Mako Brimob, memang ada perlakuan yang membuat risih pembesuk. Ia pernah mengalami perlakuan yang dianggap melebihi batas ketika menemui kliennya di dalam rutan.

“Saya sampai membuka semua pakaian hingga celana dalam saya,” ujarnya.

Ia menyebut aturan ketat itu mulai berlaku baru-baru ini. Aturan itu, katanya, dibuat oleh Brimob yang menjaga keamanan di area rutan.

Ali Fauzi, mantan terpidana terorisme bom Bali sekaligus adik kandung Amrozi, juga mengatakan hal sama. Ia menilai ada perlakuan yang tak seharusnya diterapkan berlebihan pada prosedur pemeriksaan untuk para pembesuk di Rutan Brimob.

“Dalam beberapa hal, harusnya lelaki yang memeriksa. Ini yang membuat mereka tersinggung. Harusnya sesuai prosedurlah,” kata Ali Fauzi melalui sambungan telepon, Kamis (10/5).

Tirto mencoba mengonfirmasi ihwal pernyataan Abu Qutaibah seperti yang muncul dalam rekaman, bahwa ada perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika membesuk tahanan di Mako Brimob, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto membantahnya.

"Enggak mungkin lah kalau itu. Hoaks itu saya berani jamin kalau yang menjenguk ditelanjangi, nggak mungkin," kata Setyo di Mabes Polri, Jumat (11/5)

- Setelah sekitar 36 jam, kerusuhan berujung penyanderaan yang diakibatkan ulah napi teroris di Mako Brimob berhasil ditanggulangi. Ada sejumlah fakta yang diungkap setelah proses penanggulangan selesai.

"Operasi sudah berakhir pada pukul 07.15 WIB tadi," kata Wakapolri Komjen Syafruddin dalam jumpa pers di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seluruh napi teroris kini dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Berikut fakta-fakta berakhirnya penanggulangan teroris di Mako Brimob:

Kerusuhan terjadi di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, sejak Selasa sore (8/5). Kerusuhan ini terjadi akibat ulah para narapidana teroris.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia yang memberikan dukungan, doa, support dan sebagainya yang mengalir sejak kejadian pada Selasa pukul lima sore (17.00 WIB) melalui media secara langsung, maupun tidak langsung, saya ucapkan terima kasih atas dukungannya," ujar Wakapolri Komjen Syafruddin, Kamis (10/5/2018).

Ternyata ada ratusan teroris yang terlibat kerusuhan ini. Mereka merebut senjata dan menyandera polisi.

"Jadi yang melakukan seluruh tahanan jumlahnya 156 orang melakukan penyanderaan terhadap sembilan anggota Polri," kata Wakapolri Komjen Syafruddin dalam jumpa pers di Markas Direktorat Polisi Satwa Baharkam Polri, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018).

Wakapolri Komjen Syafruddin memastikan operasi penanganan rusuh di Mako Brimob berakhir setelah 36 jam. Syafruddin menyatakan para polisi tetap dingin meski 5 rekannya dibunuh dengan keji.

"Polri menangani sepersuasif mungkin dan berkepala dingin. Saya menekankan ke tim untuk berkepala dingin meski temannya jadi korban pembunuhan," ujar Syafruddin di Mako Brimob, Kamis (10/5/2018).

Ratusan polisi terlibat dalam proses penanggulangan teroris ini. Lingkungan sekitar Mako Brimob pun diamankan.

Polisi mulanya menyatakan bahwa penyebab kerusuhan adalah makanan. Namun belakangan diketahui ada tuntutan lain dari para teroris itu.

Pihak Polri membenarkan napi teroris yang menyandera 1 anggota Densus 88 di Mako Brimob menuntut sejumlah hal, salah satunya bertemu terdakwa teroris bom Thamrin, Aman Abdurrahman. Apa alasannya?

"Ya biasa, itu kan sebagai pimpinannya," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/5/2018).

Ditanya apakah Aman menuntut dibebaskan, Setyo menampik. Menurut dia, para napi teroris ini hanya ingin bertemu Aman.

Para teroris menyandera polisi. Lima polisi gugur setelah disandera para teroris. Sementara ada satu polisi yang bebas.

"Yang jelas, dari 5 rekan-rekan yang gugur, mayoritas luka akibat senjata tajam di leher. Saya ulangi, akibat senjata tajam di leher. Luka itu sangat dalam," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen M Iqbal di Mako Brimob, Rabu malam (9/5/2018).

Para teroris juga merampas senjata polisi. Mereka juga merebut kembali bom hasil sitaan. Selain itu para teroris juga sempat merakit bom.

"Mereka selama 40 jam melakukan penyanderaan dan mereka juga melakukan kegiatan-kegiatan perakitan bom dan sebagainya. Itu tadi yang diledakkan adalah hasil-hasil bom yang sudah berhasil dirakit," kata Syafruddin di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018).

Ada sekitar 40 teroris yang disebut menjadi provokator. Polisi menyebut mereka berasal dari aliran keras.

Ada dua jenis penanganan yang dilakukan polisi dalam penanganan penyanderaan di Mako Brimob. Pendekatan halus dilakukan untuk 145 teroris yang menyerah tanpa syarat. Serangan harus dilakukan untuk 10 sisanya yang masih bertahan.

"Pada fajar hari ini adalah batas yang kita tentukan dan mereka menyerah tanpa syarat. 145 tahanan menyerah tanpa syarat," ujar Menkopolhukam Wiranto dalam konferensi pers di Kompleks Mako Brimob, Kamis (10/5/2018).

Sebanyak 155 tahanan terorisme telah menyerahkan diri setelah memberontak di Mako Brimob. Mereka lalu dipindahkan.

"Seluruh tahanan yang telah menyerahkan diri sudah diambil langkah-langkah untuk pemindahan tahanan," kata Wakapolri Komjen Syafruddin dalam jumpa pers di Mako Brimob, Depok, Kamis (10/5/2018).

"Dipindahkan ke Nusakambangan. Sedang dalam perjalanan, seluruhnya," imbuh dia.

Para teroris mendapatkan senjata dengan merampas dari polisi. Ada sekitar 30 pucuk senjata yang dirampas.

"Mereka merampas sekitar 30 pucuk senjata. Senjata hasil sitaan dari aparat kepolisian lawan terorisme sebelumnya," kata Menko Polhukam Wiranto dalam jumpa pers di Mako Brimob, Depok, Kamis (10/5/2018).

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto belum mengetahui informasi dari mana para napi mendapatkan senjata tajam. Dia masih menunggu informasi dari tim negosiasi.

Setyo menduga senjata tajam itu sudah disiapkan sejak sebelum kerusuhan terjadi. Namun belum diketahui dari mana senjata tajam itu berasal.

"Katanya begitu (sudah disiapkan sejak awal kerusuhan, red), di dalam mungkin udah disiapin," ujarnya.

Seorang polisi bernama Bripka Iwan Sarjana bebas setelah 29 jam disandera. Sementara itu ada 5 anggota polisi yang disandera. Berikut nama-namanya:

1. Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto

2. Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi

3. Brigadir Luar Biasa Anumerta Fandy Setyo Nugroho

4. Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli

5. Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas

Adapun dari pihak teroris yang tewas adalah Abu Ibrahim alias Beny Syamsu.

-- Iptu Yudi Rospuji Siswanto menjadi satu dari lima petugas yang tewas dalam insiden

, Kelapa Dua Depok, Jawa Barat. Hampir bersamaan dengan penanganan aksi penyanderaan oleh para napi teroris tersebut, istri Yudi melahirkan seorang bayi laki-laki hari ini, Kamis (10/5).

Kabar tersebut pun dikonfirmasi oleh Kepala Biro Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal.

"Kabar gembiara sekaligus haru bahwa rekan kami atas nama Iptu Yudi Rospuji Siswanto hari ini putranya lahir," kata Iqbal saat memberikan keterangan pers di Gedung Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri, Kelapa Dua, Depok, siang ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jenderal bintang satu itu pun mengucapkan selamat atas lahirnya sang bayi, dan mendoakan agar putra almarhum Iptu Yudi tersebut menjadi anak yang saleh, berbakti, berguna bagi bangsa dan negara, dan melanjutkan profesi almarhum Iptu Yudi sebagai polisi.

Dia pun mencetuskan putra almarhum Iptu Yudi merupakan anak seluruh anggota Polri.

"Anak tersebut, anak saya dan dan anak seluruh anggota Polri," ujar dia.

Dia mengatakan kelahiran putra almarhum Iptu Yudi pada hari ini merupakan takdir Tuhan. Kelahiran sang putra tersebut berselang sehari setelah ayahnya gugur saat melaksanakan tugas kala terjadi

"Ketika ayahnya berpulang ke pangkuan Ilahi, anaknya, putranya hadir ke dunia ini," ujar Iqbal.

Yudi merupakan satu dari lima anggota Polri tewas saat kerusuhan di Rutan Mako Brimob yang berlangsung sejak Selasa (8/5) malam lalu. Selain Yudi, empat anggota lain yang tewas adalah Brigadir Fandy Setyo Nugroho, Brigadir Satu Syukron Fadhli, Brigadir Satu Wahyu Catur Pamungkas, dan Ajun Inspektur Dua Denny Setiadi.

Presiden RI Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Bogor memerintahkan Polri untuk memberikan kenaikan pangkat luar biasa atau anumerta bagi anggota polisi yang meninggal saat menjalankan tugas.

"Saya bilang ke wakapolri untuk memberikan kenaikan pangkat liar biasa untuk prajurit yang menjadi korban teroris," kata Jokowi.

-- Komandan Korps Brigade Mobil (Dankor

) Polri, Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi, mengatakan narapidana kasus terorisme di lapas

sempat menguasai sejumlah bom dan membuatnya sebagai ranjau untuk mengantisipasi penyergapan aparat kepolisian.

Menurutnya, bom tersebut merupakan sitaan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri beberapa waktu silam yang disimpan di ruang penyidik karena belum sempat diletakkan di gudang.

"(Bom) barang bukti yang kemarin disita (tapi) belum sempat digudangkan oleh penyidik Densus di ruang pemeriksaan. Itu yang mereka rebut lagi yang dijadikan bahan bom buat ranjau nanti di sini," kata Rudy saat memberikan keterangan pers di Markas Badan Pemeliharaan dan Keamanan (Baharkam) Polri, Jakarta, Kamis (10/5).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menerangkan, pihaknya telah mengambil langkah untuk mengantisipasi itu dengan meledakkan tembok yang suaranya sempat terdengar sekitar pukul 07.38 WIB pagi tadi.

Rudy pun mengatakan, jumlah bom yang dikuasai narapidana kasus terorisme cukup banyak. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail terkait jumlah bom tersebut.

"Tadi itu dilakukan penindakan. Suara ledakan itu adalah bridging untuk meledakkan tembok, untuk menjatuhkan tembok karena patut diduga dan mereka juga sudah sampaikan bahwa mereka menyimpan bom-bom," kata jenderal bintang dua itu.

Sementara itu, Wakapolri Komjen Syafruddin mengatakan narapidana kasus terorisme berhasil merampas sejumlah senjata milik anak buahnya. Dia menuturkan, senjata yang dirampas merupakan laras panjang dengan jangkauan 500 hingga 800 meter.

Namun, berbeda dengan pernyataan Rudy, Syafruddin menuturkan bahwa narapidana kasus terorisme sempat merakit sejumlah bom yang kemudian berhasil diledakkan oleh aparat kepolisian.

"Mereka melakukan kegiatan perakitan bom. Itu peledakan bom yang berhasil (diamankan)," kata dia.

Kerusuhan yang berujung penyanderaan polisi oleh tahanan kasus terorisme di Mako Brimob telah berakhir, Kamis (10/5).

Sebelumnya, Syafruddin mengatakan operasi penyanderaan dan pembunuhan yang dilakukan tahanan rutan Mako Brimob berjalan selama 36 Jam sejak Selasa (8/5) malam. Sebanyak 155 narapidana dan seorang anak bayi disebut terlibat dalam penyanderaan tersebut.

"Alhamdulillah kami dapat menanggulangi ini. Operasi ini sudah berakhir pukul 07.15 WIB," katanya.